jalan hidup manusia itu berbedah bedah, manusia tidak ada yang sama. kalau bentuk manusia semuanya sama yang membedakan cuma ahlak, pikiran dan motivasih hidup.
jika hidup mu hanya di gunakan untuk kepentingan pribadi, itu halnya kali nol. jadikan lah hidup mu berguna bagi orang laing terutam orang tua. orang tua tidak menilai berapa besar hasil yang kita dapatkan, tapi dia nilai itu berapa besar perjuangan yang anda lakukan
Rabu, 27 Januari 2016
Selasa, 26 Januari 2016
ekonomi islam & perkembangan ekonomi masyarakat madani
Puji syukur saya ucapkan atas kehadiran
Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas
makalah Pendidikan Agama Islam ini yang berjudul “Ekonomi Islam &
Pembangunan Masyarakat Madani”.
Saya
mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan sebagai penulis saya menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah yang
lebih baik. Atas perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.
Makassar, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B.
SARAN ATAU PENDAPAT
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MADANI satu kata yang indah. Punya arti yang dalam.
Kadang kala banyak juga yang menyalah artikannya. Apa itu sebenarnya madani.
Madani berasal dari kata mudun arti sederhananya
maju atau biasa disebut modern. Didalam kehidupan, masyarakat
madani digolongkan sebagai masyarakat yang berilmu, memiliki rasa (emosi)
secara individu maupun secara kelompok dan memiliki kemandirian dalam segala
tata kehidupan serata taat terhadap peraturan-peraturan yang saling
berlaku.Masyarakat madani atau yang biasa disebut “civil society” oleh Dato
Seri Anwar Ibrahim (1995), adalah masyarakat yang sistem sosial yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Masalah ekonomi
merupakan masalah yang universal, karenanya seluruh dunia menaruh perhatian
yang besar terhadap permasalahan ekonomi.Segala kegiatan yang bersangkutan
dengan usaha yang bertujuan untuk memenuhi keperluan ini dinamakan
ekonomi.Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis,
tidak dari sudut pandang sosialis, dan juga tidak merupakan gabungan dari
keduanya.
Islam memberikan perlindungan hak
kepemilikan individu, sedangkan untuk
kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat, dengan tetap menjaga
keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta.Islam
memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam
menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan.
B.
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
a. Konsep Masyarakat Madani
b. Sistem Ekonomi Islam
c. Zakat dan Wakaf : Membangun Kesejahteraan Umat
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa/i dapat memahami
konsep Masyarakat Madani
2. Mahasiswa/i dapat memahami
Sistem Ekonomi Islam
3.
Mahasiswa/i dapat meningkatkan kesadaran pentingnya Zakat & Memahami
Fungsi Wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
v
KONSEP MASYARAKAT MADANI
Konsep masyarakat madani adalah sebuah
gagasan yang menggambarkan masyarakat beradab yang mengacu pada nilai-nilai
kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial
yang kondusif bagi penciptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Sehingga mudah dipahami bahwa
masyarakat madani merupakan masyarakat yang terbuka,egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah
SWT, dan beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang
maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran
tentang masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
1.Masyarakat Madani dalam Perspektif Sejarah
Ada dua masyarakat madani dalam
sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman As
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman As
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Perjanjian Madinah berisi
kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan
kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Alquran sebagai konstitusi,
menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap
keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk
agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
2.Karakteristik Masyarakat Madani
Dalam pandangan saya, setidaknya ada
tiga karakteristik dasar dalam masyarakat madani.
Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat (49) ayat 13.
Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat (49) ayat 13.
Dengan kata lain, pluralitas
merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam,
pluralitas merupakan karunia Allah yang bertujuan mencerdaskan umat melalui
perbedaan konstruktif dan dinamis. Pluralitas juga merupakan sumber dan
motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran yang hidup) yang
terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan.
Kedua, adalah tingginya sikap
toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara sesama Muslim maupun terhadap
saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap
suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, bahwa tujuan
Islam tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama.
Namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup,
berdampingan seiring dan saling menghormati satu sama lain. Sebagaimana hal itu
pernah dicontohkan Rasulullah Saw sewaktu Beliau di Madinah.
Setidaknya landasan normatif dari
sikap toleransi dapat kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam surat
Al-An’am ayat 108.
Ketiga, adalah tegaknya prinsip
demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal dengan istilah musyawarah.
Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep demokrasi dengan musyawarah,
saya memandang dalam arti membatasi hanya pada wilayah terminologi saja, tidak
lebih. Mengingat di dalam Alquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat
As-Syura:38, surat Ali Imran:159).
Ketiga prinsip dasar tersebut
setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan terwujudnya sebuah
tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini. Paling tidak hal
tersebut menjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.
Dan dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis
dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana
pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga
negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun
demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa
udara, taken for granted.
Masyarakat madani adalah konsep yang
cair yang dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus
menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat
dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil
security; civil responsibility dan civil resilience).
Konsep masyarakat madani semula
dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam
suatu masyarakat multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses
demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian
memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah
konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep
yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu.
Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Meski Alquran tidak menyebutkan
secara langsung bentuk masyarakat yang ideal, namun tetap memberikan arahan
atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung
dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat
yang ideal kita dapat meneladani perjuangan Rasulullah Muhammad SAW dalam
mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat
madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari
Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah
refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam
mewujudkan cita-cita membentuk yang kehidupan masyarakat madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pasca hijrah atau
tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur
masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa
perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian
solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah
ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa,
Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk
Yahudi dan Nasrani.
3.Potensi Umat dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi
keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah.
Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang
lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama
ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam
al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
SDM umat Islam saat ini sesungguhnya
tidak rendah, namun disisi lain juga belum mampu menunjukkan kualitas yang
unggul. Sehingga dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi,
militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya
yang signifikan. Di Indonesia, Kepri dan khususnya di Batam jumlah umat Islam
saat ini mayoritas, namun dalam hal penguasaan ekonomi belum mampu memberikan
peran utama yang proporsional.
Dari segi jumlah kita memang
mayoritas, namun sistem hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum
Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai
Islam yang murni, bahkan mirisnya kebanyakan tokoh-tokoh yang secara agama dia
beragama Islam belum mencerminkan akhlak Islam, sehingga cukup banyak pelaku
koruptor yang telah ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa bahkan terpidana
berasal dari yang beragama Islam. Sesungguhnya Islam sebagai agama, tidak salah
dalam hal ini, yang salah mereka yang mengaku beragama Islam tetapi tidak berIslam
secara kaffah.
Untuk mewujudkan masyarakat madani
dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus
supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga
harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini dengan tidak bergeser dari kebenaran. Agar di dalam kehidupan
bermasyarakat kita tidak ketinggalan zaman. Dalam mewujudkan masyarakat madani
dan kesejahteraan umat haruslah berpandu pada Alquran dan As-Sunnah yang diamanatkan
oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman.
Selain memahami apa itu masyarakat
madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat,
khususnya di Batam, Kepri dan Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia
sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang
dimiliki oleh seseorang dalam membangun agamanya, maka akan semakin baik pula
hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang
kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh
karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui
latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek keagamaan di masyarakat.
Maka diharapkan kepada kita semua
umara, ulama’ dan ummat serta masyarakat luas baik yang tua maupun yang muda
agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia, khusunya di Batam Kepulauan Riau. Yakni melalui peningkatan
kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta
menerapkan budaya taat zakat,dan kesadaran pentingnya infak, dan sedekah, serta
kehidupan yang harmoni dalam keberagaman.
Kita pastikan bahwa kehidupan kita
harus memberi manfaat bagi manusia lain dan tidak menjadi ancaman bagi
siapapun. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik, kita dapat
memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan untuk menuju masyarakat yang
madani.
v
Sistem
Ekonomi Islam
Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan
pada ajaran dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan
qiyas. Ini telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi
islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi
islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis,
namun terlepas dari sifat buruknya.
Sistem ekonomi islam adalah sebuah sistemyang tidak lahir
dari ahsil akal manusia, akan tetapi sebuah system yang berdasarkan ajaran
islam yang bersumber dari al-qur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran
manusia yang memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar
dengan sistem ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat
nilai moral dan nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.
Prinsip ekonomi Islam adalah:
·
Kebebasan individu.
·
Hak terhadap harta.
·
Kesamaan sosial.
·
Keselamatan sosial.
·
Larangan menumpuk kekayaan.
·
Larangan terhadap institusi
anti-sosial.
·
Kebajikan individu dalam masyarakat.
3. Sumber – Sumber Ekonomi Islam
Adapun
sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
1. Alquranul Karim
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum
ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki,
meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran
banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya
dalam surat An-Nahl ayat 90 yang
mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang
termasuk ekonomi.
2. Hadis dan Sunnah
Setelah
Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para
pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak
terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
3. Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan
konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak
terlepas dari Alquran dan Hadis.
4. Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan
usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan
suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan
alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
5. Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan,
Istislah dan Istishab adalah bagian
dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil
oleh keempat mazhab.
4. Konsep Ekonomi Islam
Islam
mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis
dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya
(kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh
mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan
keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam
adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).

“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh”
Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).

“Dan kepada Tsamud (Kami
utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".
5. Karaktersitik Ekonomi Islam
a. Harta kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah
atas harta.
·
Semua harta baik benda maupun
alat-alat produksi adalah milik Allah SWT. Seperti tercantum dalam QS.
Al-Baqarah ayat 284. 

Artinya :
“Kepunyaan Allah-lah
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
·
Manusia adalah khalifah atas harta
miliknya. Seperti tercantum dalam surat al-Hadiid ayat 7. Terdapat pula sabda
Rasulullah yang juga menjelaskan bahwa segala bentuk harta yang dimiliki manusia
pda hakikatnya adalah milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan untuk
menjadi khalifah “ Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat
mengenai harta di dunia ini”.
b. Ekonomi Terikat
dengan akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Bukti-bukti
hubungan ekonomi dan moral dalam islam:
·
Larangan terhadap pemilik dalam
penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau
kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak boleh merugikan diri sendiri
dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
·
Larangan melakukan penipuan dalam
transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah “Orang-orang yang menipu kita
bukan termasuk golongan kita”.
·
Larangan menimbun emas, perak atau
sarana moneter lainnya sehingga dapat mencegah peredaran uang dan menghambat
fungsinya dalam memperluas lapangan produksi. Hal ini sperti tercantum dalam QS
9:34.
·
Larangan melakukan pemborosan karena
dapat menghancurkan individu dalam masyarakat.
c.
Keseimbangan antara Kerohanian dan
Kebendaan
Aktivitas
keduniaan yang dilakukan manusia tidak boleh bertentangan atau bahkan
mengorbankan kehidupan akhirat. Apa yang kita lakukan hari ini adalah untuk mencapai
tujuan akhirat kelak. Prinsip ini jelas berbeda dengan ekonomi kapitalis maupun
sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan duniawi saja. Hal ini jelas
ditegaskan oleh surat al-Qashash ayat 77:
“Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. “
d. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan
Individu dengan Kepentingan umum.
Islam
tidak mengakui hak mutlak dan atau kebebasan mutlak, tetapi mempunyai
batasan-batasan tertentu termasuk dalam hak milik. Hal ini tercantum dalam
surat Al Hasyr ayat 7, al maa’uun ayat 1-3, serta surat al-Ma’arij ayat 24-25.
e.
Kebebasan individu dijamin dalam islam
Islam
memberikan kebebasan tiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi namun tentu
saja tidak bertentangan dengan aturan AlQuran dan AsSunnah, seperti tercantum
dalam surat al Baqarah ayat 188.
f.
Negara diberi kewenangan turut
campur dalam perekonomian
Dalam
islam, Negara berkeawjiban melindungi kepentingan masyararakat dari
keridakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang taupun dai
negara lain, berkewajiban memberikan kebebasan dan jaminan sosial agar seluruh
masyarakat dapat hidup dengan layak. Seperi sabda Rasulullah “ Brangsiapa yang
meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepada-Ku, karena akulah maula
(pelindung)nya” (Al-Mustadrak oelh Al-Hakim).
g. Bimbingan konsumsi
Dalam hal
konsumsi, islam melarang hidup berlebih-lebihan, terlalu hidup kemewahan dan
bersikap angkuh. Hal ini tercermin dalam surat al-A’raaf ayat 31 seta Al-Israa
ayat 16.
h. Petunjuk investasi
Kriteria
yag sesuai daalm melakukan investasi ada 5:
proyek
yang baik menurut isla
·
memberikan rezeki seluas mungkin pda
masyarakat
·
memberantas kekafiran,memperbaiki
pendapatan dan kekayaan
·
memelihara dan menumbuhkembangkan
harta
·
melindungi kepentingan anggota
masyaakat.
i.
Zakat
Adalah
karakteristik khusus yang tidak terdapat daalm system ekonomi lainnya manapun,
penggunaannya sangat efektif guna melakukan distribusi kekayaan di masyarakat.
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur social Islam. Zakat
bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang
memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil :
Surat
at-Taubah 103
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
j.
Larangan riba
Islam
sangat melarang munculnya riba (bunga) karena itu merupakan salah satu
penyelewengan uang dari bidangnya. Seperi tercermin dalam surat al-baqarah ayat
275.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Larangan riba dalam islam bertujuan
membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja
dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa
penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam secara tegas
menyatakan perang terhadap riba dan umat islam wajib meninggalkannya, akan
tetapi islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (QS. 83:1-6)
6. Politik Ekonomi Islam
Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum
yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme mengatur urusan manusia. Sedangkan
politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan
primer (bacis needs) tiap orang
secara menyeluruh, berikut kemungkinan taip orang untuk memenuhi kebutuhan
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu
yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup (life style) tertentu. Oleh karena itu,
politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan
dalam sebuah Negara semata, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang
menikmati kehidupan tersebut.
Ketika mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada manusia. Islam
telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut kepada pribadi. Dengan itu,
hokum-hukum syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan
primer tiap warga Negara Islam secara menyeluruh, sebagai sandang, pangan, dan
papan. Jelaslah bahwa Islam tidak memisahkan antara manusia dan eksistensinya
sebagai manusia, serta antara eksistensinya sebagai manusia dan pribadinya.
Islam juga tidak perah memisahkan antara anggapan tentang jaminan pemenuhan
kebutuhan primer yang dituntut oleh masyarakat dengan masalah mungkin-tidaknya
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Akan tetapi Islam
telah menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan apa yang
dituntut oleh masyarakat sebagai dua hal yang seiring, yang tidak mungin
dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Justru Islam menjandikan apa yang ditutuntut oleh masyarakat tersebut
sebagai asa (dasar pijakan) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan
berusaha. Bahkan Islam telah menjadikan hukum
mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu. Allah swt. Berfirman:
“Maka, berjalanlah di segala
penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15)
Banyak hadist yang mendorong agar mencari harta. Dalam
sebuah hadist: Bahwa Rasulullah saw telah menyalami tangan Sa’ad bin Mu’adz
r.a., dan ketika itu kedua tangan Sa’ad ngapal
(bekas-bekas karena dipergunakan kerja). Kemudian hal itu ditanyakan oleh Nabi
saw., lalu Sa’ad menjawab: “Saya selalu
mengayunkan skrop dan kapak untuk mencari nafkah keluargaku.” Kemudian
Rasulullah saw. menciumi tangan Sa’ad dengan bersabda: “ (Inilah) dua telapak
tangan yang disukai oleh Allah swt.” Rasulullah saw juga bersabda:
“Tidaklah seseorang makan sesuap
saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
Zakat
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunnya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
" Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS: Ali- Imron; 180)
B. Tujuan Zakat
Muhammad Daud Ali menerangkan bahwa tujuan zakat adalah :
1. Mengangkat derajat fakir miskin
2. Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya
4. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta
5. Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin
6. Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat;
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang memiliki harta
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaika kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
Secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangkan dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan Negara.
C. Manfaat Zakat
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
2. Menolong, membantu dan membina muzakki, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
3. Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT.
Di dalam pembayaran zakat terdapat perluasan daerah harta, karena suatu harta jika dicairkan sebagian darinya, maka akan meluas jangkauanya, dan banyak orang yang mengambil manfaat darinya, berbeda jika harta hanya berputar di antara orang-orang kaya saja sedang orang-orang miskin tidak mendapatkan sedikitpun darinya.
D. Harta Yang Dizakati
a) Emas, perak dan yang semisalnya, seperti uang dan lainnya.
b) Barang dagangan, semua barang dagangan.
c) Binatang ternak, yakni sapi, unta dan kambing
d) Pertanian, pada hasil bumi yang bisa ditakar dan ditimbang serta disimpan
E. Penerima Zakat
Pembagian harta zakat harus di berikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, yang sering di sebut dengan mustahiq zakat. Berdasarkan ketentuan ayat Al-qur’an surat At-Taubah ayat 60, mustahiq zakat itu sebanyak 8 orang (al-ashnafu al-tsamaniyah). Antara lain
1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan usaha/pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya.
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai usaha/pekerjaan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
3. Amil, yaitu orang yang bertugas mengurus zakat yang mendapat upah kecuali dari zakat tersebut.
4. Muallaf, yaitu orang yang baru masuk islam sedangkan imannya masih belum kuat.
5. Budak, yaitu hamba sahaya yang di janjikan kemerdekaannya oleh majikannya apabila dapat menebus dirinya (budak mukatab).
6. Gharim, yaitu orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri atau keperluan yang mubah kemudian tidak bisa membayar.
7. Sabilillah, yaitu para pejuang pembela agama Allah yang tidak mendapatkan gaji sebagai imbalan pekerjaannya.
8. Ibnu sabil, yaitu orang yang sedang dalam keadaan bepergian bukan untuk maksiat dan kehabisan bekal dalam perjalanannya.
Di samping adanya mustahiq zakat tersebut, ada juga 5 orang yang tidak boleh menerima pembagian zakat yaitu :
1. Orang kaya (muzakki).
2. Hamba sahaya.
3. Bani Hasyim dan Bani Mutholib (keturunan Rasulullah).
4. Orang kafir.
5. Orang yang menjadi tanggungan muzakki.
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" ( QS: At-Taubah: 60).
F. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan syiar Islam
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
G. Hikmah Zakat
Ibadah zakat memilikki hikmah baik yang berhubungan vertikal dengan Allah SWT, maupun hubungan horizontal dengan manusia. Hikmah-hikmah zakat antara lain :
Perwujudan nilai-nilai iman kepada Allah SWT. Dengan mensyukuri nikmatnya dan menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Sebagai pertolongan dan bantuan kepada fakir miskin di dalam mewujudkan kehidupan sejahtera dengan memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat terhindar dari kekufuran.
Sebagai sistem pembangunan sistem kemasyarakat Islam yang terdiri di atas persatuan, persamaan derajat dan hak, persaudaraan, saling membantu.
Sebagai sumber dana pembangunan sarana dan pra sarana agama Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Serta pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.
Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunnya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan solat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah SWT, Allah SWT berfirman:
" Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS: Ali- Imron; 180)
B. Tujuan Zakat
Muhammad Daud Ali menerangkan bahwa tujuan zakat adalah :
1. Mengangkat derajat fakir miskin
2. Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya
4. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta
5. Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin
6. Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat;
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang memiliki harta
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaika kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
Secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangkan dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan Negara.
C. Manfaat Zakat
1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.
2. Menolong, membantu dan membina muzakki, terutama golongan fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.
3. Sebagai pilar jama`i antara kelompok aghniya yang berkecukupan hidupnya, dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (Al-Hadits). Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT.
Di dalam pembayaran zakat terdapat perluasan daerah harta, karena suatu harta jika dicairkan sebagian darinya, maka akan meluas jangkauanya, dan banyak orang yang mengambil manfaat darinya, berbeda jika harta hanya berputar di antara orang-orang kaya saja sedang orang-orang miskin tidak mendapatkan sedikitpun darinya.
D. Harta Yang Dizakati
a) Emas, perak dan yang semisalnya, seperti uang dan lainnya.
b) Barang dagangan, semua barang dagangan.
c) Binatang ternak, yakni sapi, unta dan kambing
d) Pertanian, pada hasil bumi yang bisa ditakar dan ditimbang serta disimpan
E. Penerima Zakat
Pembagian harta zakat harus di berikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, yang sering di sebut dengan mustahiq zakat. Berdasarkan ketentuan ayat Al-qur’an surat At-Taubah ayat 60, mustahiq zakat itu sebanyak 8 orang (al-ashnafu al-tsamaniyah). Antara lain
1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta dan usaha/pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya.
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai usaha/pekerjaan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
3. Amil, yaitu orang yang bertugas mengurus zakat yang mendapat upah kecuali dari zakat tersebut.
4. Muallaf, yaitu orang yang baru masuk islam sedangkan imannya masih belum kuat.
5. Budak, yaitu hamba sahaya yang di janjikan kemerdekaannya oleh majikannya apabila dapat menebus dirinya (budak mukatab).
6. Gharim, yaitu orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri atau keperluan yang mubah kemudian tidak bisa membayar.
7. Sabilillah, yaitu para pejuang pembela agama Allah yang tidak mendapatkan gaji sebagai imbalan pekerjaannya.
8. Ibnu sabil, yaitu orang yang sedang dalam keadaan bepergian bukan untuk maksiat dan kehabisan bekal dalam perjalanannya.
Di samping adanya mustahiq zakat tersebut, ada juga 5 orang yang tidak boleh menerima pembagian zakat yaitu :
1. Orang kaya (muzakki).
2. Hamba sahaya.
3. Bani Hasyim dan Bani Mutholib (keturunan Rasulullah).
4. Orang kafir.
5. Orang yang menjadi tanggungan muzakki.
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" ( QS: At-Taubah: 60).
F. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan syiar Islam
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
G. Hikmah Zakat
Ibadah zakat memilikki hikmah baik yang berhubungan vertikal dengan Allah SWT, maupun hubungan horizontal dengan manusia. Hikmah-hikmah zakat antara lain :
Perwujudan nilai-nilai iman kepada Allah SWT. Dengan mensyukuri nikmatnya dan menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Sebagai pertolongan dan bantuan kepada fakir miskin di dalam mewujudkan kehidupan sejahtera dengan memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat terhindar dari kekufuran.
Sebagai sistem pembangunan sistem kemasyarakat Islam yang terdiri di atas persatuan, persamaan derajat dan hak, persaudaraan, saling membantu.
Sebagai sumber dana pembangunan sarana dan pra sarana agama Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Serta pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.
Wakaf
Wakaf adalah salah satu bentuk dari
lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi
sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf juga berfungsi
sosial. Wakaf muncul dari satu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan
solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah
ia diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena ia
merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama
harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan
aset amat bernilai dalam pembangunan umat.
A. Pengertian Waqaf
Menurut istilah bahasa waqaf berarti menahan atau berhenti tetapi menurut istilah fuqaha’ menyerahkan harta atau benda milik pribadi yang kekal zatnya ke pihak lain untuk kepentingan umum supaya bisa bermanfaat dengan bertujuan mendapat keridlaan Allah. Waqaf biasanya di sebut dengan sodaqoh jariyah seperti menyerahkan sebidang tanah untuk kepentingan masjid, pondok pesantren, musholla, dan sarana pendidikan.
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.
Dalil Wakaf adalah Surat Ali Imran ayat 92:
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (harta sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yg kamu cintai. Dan apa saja yg kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
B. Rukun Waqaf
• Orang yang mewaqafkan ( al-waqif)
syaratnya : baligh, berakal, atas dasar kemauan sendiri, memilikki hak membelanjakan terhadap benda yang di waqafkan.
• Orang yang menerima waqaf (al-mauquf alaih)
syaratnya : berhak memilikki selama-lamanya, bila waqaf perorangan maka berhak memilikki sesuatutersebut, mampu dan sanggup mengelola benda yang di waqafkan.
• Benda yang di waqafkan (al-mauquf)
syaratnya : benda tetap, tidak mudah rusak bila dimanfaatkan, milik orang yang mewaqafkan, barang yang di waqafkan berlaku selamanya tidak di batasi waktunya, barang yang diwaqafkan harus tunai.
• Lafadz waqaf (sighat).
yaitu ikrar serah terima waqaf dengan syaratnya : dengan bahasa yang jelas atau kinayah yang di sertai dengan niat waqaf, jika di berikan kepada orang tertentu maka harus di jawab. Sedangkan untuk umum tidak di syaratkan untuk di jawab.
C. Syarat Waqaf
1. Barang yang diwakafkan harus bisa diambil manfaatnya & keadaanya masih tetap (tidak berkurang/tidak habis jumlahnya)
2. Barang tersebut adalah hak milik sendiri
3. Barang tersebut dapat digunakan untuk tujuan yang baik.
D. Syarat Harta yang Diwaqafkan
ü Kekal zatnya, walaupun manfaatnya di ambil. Contoh harta yang memenuhi syarat untuk di waqafkan : tanah, bangunan, masjid, rumah sakit, jam dinding, tikar sholat, dan sebagainya.
ü Kepunyaan yang berwaqaf dan hak miliknya dapat berpindah-pindah.
ü Ketentuan lain mengenai harta waqaf, yakni harta waqaf itu terlepas dari milik orang yang berwaqaf. Harta waqaf itu tidak boleh di jual, tidak boleh di berikan (hibah), dan tidak boleh di wariskan.
ü Akan tetapi menurut sebagain ulama madzhab Imam Hambali, menjual harta waqaf tersebut boleh, asalkan hasil penjualannya di belikan barang baru dan di waqafkan kembali. Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab, pernah menganti dan memindah masjid kufah dengan masjid baru di tempat lain, sedangkan di bekas masjid lama itu di bangun pasar, yang sudah tentu manfaatnya untuk kepentingan umum. Yang menjadi rujukan dalam pengertian ini adalah firman Allah surat Al-A’raf ayat 35.
E. Unsur Waqaf
• Waqif (orang yang berwaqaf) meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum.
• Nazir, yaitu pihak yang menerima waqaf dari waqif untuk di kelola dan di kembangkan sesuai dengan peruntukkanya.
• Harta benda waqaf, adalah harta benda yang memilikki daya tahan lama atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat. Ada dua macam harta benda yang bisa di waqafkan yaitu : benda tidak bergerak dan benda bergerak.
• Ikrar waqaf, adalah pernyataan kehendak waqif yang di ucapkan secara lisan atau tulisan kepada nazir, untuk mewaqafkan harta benda miliknya dengan di saksikan oleh dua orang saksi di hadapan Pejabat Pembuat Akta.
• Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi waqaf, harta benda waqaf hanya dapat di peruntukkan bagi : sarana kegiatan ibadah, sarana kegiatan pendidikan dan kesehatan, bantuan untuk fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu dan beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
F. Landasan Pelaksanaan Waqaf di Indonesia
a. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
c. Peraturan Menteri Agama No. 1 Thn 1978 Tentang Peraturan PelaKsanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
d. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
G. Tata Cara Waqaf di Indonesia
1) Calon Wakaf yang akan mewakafkan tanahnya harus menghadap kepada nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf ( PPAIW ) yang menangani wilayah tanah wakaf itu. PPAIW adalah kepala kantor urusan agama setempat.
2) Ikrar Wakaf disaksikan oleh sedikitnya 2 orang saksi dewasa yang sehat akal dan dilakukan secara tertulis
3) Ikrar Wakaf dapat juga ditulis dengan persetujuan Kantor Departemen Agama kab/kotamadya yang menangani wilayah tanah wakaf itu dan hal tersebut dibicarakan di hadapan PPAIW
4) Tanah wakaf itu dalam keadaan tuntas bebas dari ikatan dan sengketa. Jika ikrar wakaf itu telah memenuhi syarat dengan lengkap, maka PPAIW menerbitkan Akta Ikrar Wakaf Tanah.
H. Hikmah Waqaf
Di antara hikmah waqaf antara lain :
1) Merupakan realisasi perintah Allah agar seseorang menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 92.
2) Sebagai tanda syukur seorang hamba Allah atas nikmat yang telah di terimanya.
3) Sebagai sumber dana sosial bagi keluarga yang tidak mampu.
4) Sebagai sumber dana, sarana dan pra sarana aktifitas agama islam.
A. Pengertian Waqaf
Menurut istilah bahasa waqaf berarti menahan atau berhenti tetapi menurut istilah fuqaha’ menyerahkan harta atau benda milik pribadi yang kekal zatnya ke pihak lain untuk kepentingan umum supaya bisa bermanfaat dengan bertujuan mendapat keridlaan Allah. Waqaf biasanya di sebut dengan sodaqoh jariyah seperti menyerahkan sebidang tanah untuk kepentingan masjid, pondok pesantren, musholla, dan sarana pendidikan.
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan.
Dalil Wakaf adalah Surat Ali Imran ayat 92:
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (harta sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yg kamu cintai. Dan apa saja yg kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
B. Rukun Waqaf
• Orang yang mewaqafkan ( al-waqif)
syaratnya : baligh, berakal, atas dasar kemauan sendiri, memilikki hak membelanjakan terhadap benda yang di waqafkan.
• Orang yang menerima waqaf (al-mauquf alaih)
syaratnya : berhak memilikki selama-lamanya, bila waqaf perorangan maka berhak memilikki sesuatutersebut, mampu dan sanggup mengelola benda yang di waqafkan.
• Benda yang di waqafkan (al-mauquf)
syaratnya : benda tetap, tidak mudah rusak bila dimanfaatkan, milik orang yang mewaqafkan, barang yang di waqafkan berlaku selamanya tidak di batasi waktunya, barang yang diwaqafkan harus tunai.
• Lafadz waqaf (sighat).
yaitu ikrar serah terima waqaf dengan syaratnya : dengan bahasa yang jelas atau kinayah yang di sertai dengan niat waqaf, jika di berikan kepada orang tertentu maka harus di jawab. Sedangkan untuk umum tidak di syaratkan untuk di jawab.
C. Syarat Waqaf
1. Barang yang diwakafkan harus bisa diambil manfaatnya & keadaanya masih tetap (tidak berkurang/tidak habis jumlahnya)
2. Barang tersebut adalah hak milik sendiri
3. Barang tersebut dapat digunakan untuk tujuan yang baik.
D. Syarat Harta yang Diwaqafkan
ü Kekal zatnya, walaupun manfaatnya di ambil. Contoh harta yang memenuhi syarat untuk di waqafkan : tanah, bangunan, masjid, rumah sakit, jam dinding, tikar sholat, dan sebagainya.
ü Kepunyaan yang berwaqaf dan hak miliknya dapat berpindah-pindah.
ü Ketentuan lain mengenai harta waqaf, yakni harta waqaf itu terlepas dari milik orang yang berwaqaf. Harta waqaf itu tidak boleh di jual, tidak boleh di berikan (hibah), dan tidak boleh di wariskan.
ü Akan tetapi menurut sebagain ulama madzhab Imam Hambali, menjual harta waqaf tersebut boleh, asalkan hasil penjualannya di belikan barang baru dan di waqafkan kembali. Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab, pernah menganti dan memindah masjid kufah dengan masjid baru di tempat lain, sedangkan di bekas masjid lama itu di bangun pasar, yang sudah tentu manfaatnya untuk kepentingan umum. Yang menjadi rujukan dalam pengertian ini adalah firman Allah surat Al-A’raf ayat 35.
E. Unsur Waqaf
• Waqif (orang yang berwaqaf) meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum.
• Nazir, yaitu pihak yang menerima waqaf dari waqif untuk di kelola dan di kembangkan sesuai dengan peruntukkanya.
• Harta benda waqaf, adalah harta benda yang memilikki daya tahan lama atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat. Ada dua macam harta benda yang bisa di waqafkan yaitu : benda tidak bergerak dan benda bergerak.
• Ikrar waqaf, adalah pernyataan kehendak waqif yang di ucapkan secara lisan atau tulisan kepada nazir, untuk mewaqafkan harta benda miliknya dengan di saksikan oleh dua orang saksi di hadapan Pejabat Pembuat Akta.
• Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi waqaf, harta benda waqaf hanya dapat di peruntukkan bagi : sarana kegiatan ibadah, sarana kegiatan pendidikan dan kesehatan, bantuan untuk fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu dan beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
F. Landasan Pelaksanaan Waqaf di Indonesia
a. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
c. Peraturan Menteri Agama No. 1 Thn 1978 Tentang Peraturan PelaKsanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
d. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
G. Tata Cara Waqaf di Indonesia
1) Calon Wakaf yang akan mewakafkan tanahnya harus menghadap kepada nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf ( PPAIW ) yang menangani wilayah tanah wakaf itu. PPAIW adalah kepala kantor urusan agama setempat.
2) Ikrar Wakaf disaksikan oleh sedikitnya 2 orang saksi dewasa yang sehat akal dan dilakukan secara tertulis
3) Ikrar Wakaf dapat juga ditulis dengan persetujuan Kantor Departemen Agama kab/kotamadya yang menangani wilayah tanah wakaf itu dan hal tersebut dibicarakan di hadapan PPAIW
4) Tanah wakaf itu dalam keadaan tuntas bebas dari ikatan dan sengketa. Jika ikrar wakaf itu telah memenuhi syarat dengan lengkap, maka PPAIW menerbitkan Akta Ikrar Wakaf Tanah.
H. Hikmah Waqaf
Di antara hikmah waqaf antara lain :
1) Merupakan realisasi perintah Allah agar seseorang menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 92.
2) Sebagai tanda syukur seorang hamba Allah atas nikmat yang telah di terimanya.
3) Sebagai sumber dana sosial bagi keluarga yang tidak mampu.
4) Sebagai sumber dana, sarana dan pra sarana aktifitas agama islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam mewujudkan masyarakat madani
dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan kita
harus mengetahui apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan cara
menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut yang terdapat pada pada
zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat
madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat,
khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung
kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang
dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula
hasilnya.
Di dalam Islam mengenal yang namanya
zakat, dengan zakat ini kita dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat hingga
mencapai derajat yang disebut masyarakat madani. Selain itu, ada pula wakaf,
wakaf selain untuk beribadah kepada Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat
jalinan antara seorang muslim dengan sesama. Jadi wakaf mempunyai tiga fungsi
yakni fungsi ibadah, fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Insya Allah dengan
menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki
kehidupan bangsa ini secara perlahan.
B.
SARAN
Dengan
selesainya pembahasan mengenai masyarakat madani dan kesejahteraan umat di era
globalisasi pada makalah ini, penulis menyarankan kepada para pembaca untuk
berusaha menjadi lebih baik lagi kedepannya dalam bertindak dan dalam segala
hal yang dilakukan seperti masyarakat madani yang berilmu, beriman, dan
berakhlak. Selain itu sebagai umat Islam yang baik penulis menyarankan agar
para pembaca senantiasa ikut berpartisipasi dalam menciptakan kesejahteraan
umat terutama umat Islam yang ada di Indonesia ini sehingga terwujud cita-cita
negara yaitu keadilan sosial atau kesejahteraan masyarakat yang merata di
segala aspek dan bidang.
DAFTAR PUSTAKA
http://budisma.web.id/pengertian-masyarakat-madani-para-ahli.html
http://budisma.web.id/pengertian-masyarakat-madani-para-ahli.html http://budisma.web.id/tujuan-masyarakat-madani.html
http://penanusantara.com/2012/12/masyarakat-madani-dan-kesejahteraan-umat
http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi
http://arisandi.com/pengertian-wakaf/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf
http://lazmm.org/tentang-wakaf/arti-wakaf-apakah-wakaf-itu
http://salwintt.wordpress.com/bahan-ajr-pai/demokrasi/zakat-dan-wakaf/
http://elshohwah.tripod.com/makalah/Diskusi%201.html
http://marlinds.blogspot.com/2013/01/makalah-zakat-dan-manfaatnya.html
http://kadjiekampret99.blogspot.com/2012/10/manajemen-zakat-dan-wakaf.html
http://kianaputrisanusi.blogspot.com/2012/11/masyarakat-madani.html
http://danisapujiati94.blogspot.com/2013/01/signifikansi-kearifan-lokal-dalam.html
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI:Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.
http://budisma.web.id/pengertian-masyarakat-madani-para-ahli.html http://budisma.web.id/tujuan-masyarakat-madani.html
http://penanusantara.com/2012/12/masyarakat-madani-dan-kesejahteraan-umat
http://id.wikipedia.org/wiki/Terminologi
http://arisandi.com/pengertian-wakaf/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf
http://lazmm.org/tentang-wakaf/arti-wakaf-apakah-wakaf-itu
http://salwintt.wordpress.com/bahan-ajr-pai/demokrasi/zakat-dan-wakaf/
http://elshohwah.tripod.com/makalah/Diskusi%201.html
http://marlinds.blogspot.com/2013/01/makalah-zakat-dan-manfaatnya.html
http://kadjiekampret99.blogspot.com/2012/10/manajemen-zakat-dan-wakaf.html
http://kianaputrisanusi.blogspot.com/2012/11/masyarakat-madani.html
http://danisapujiati94.blogspot.com/2013/01/signifikansi-kearifan-lokal-dalam.html
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI:Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.
Langganan:
Postingan (Atom)